Rabu, 28 Agustus 2013

Perbandingan Nilai Intrinsik Emiten Perkebunan

Berikut ini adalah perbandingan nilai intrinsik emiten perkebunan dengan nilai kapitalisasinya terkini (27/8/13).

Nilai intrinsik diperoleh dengan mengganti nilai tanaman di neraca dengan nilai perkiraan. Nilai aset setelah penyesuaian ini kemudian dikurangi dengan nilai kewajiban dan kepentingan minoritas.

Patokan nilai tanaman adalah Rp 150.000.000/ha TM dan Rp 100.000.000/ha TBM.


Selasa, 27 Agustus 2013

Grafik Produksi TBS AALI

Berikut ini adalah grafik produksi (ton) TBS (tandan buah segar) AALI dari tahun 2009 sampai dengan Juli 2013. CAGR 2009-2012 8,58%. Growth Juli 2013 vs Juli 2012 -4,52%.


Grafik Produksi TBS BWPT

Berikut ini adalah grafik produksi (ton) TBS (tandan buah segar) BWPT dari tahun 2006 sampai dengan Juni 2013. CAGR 2006-2012 23,14%. Growth Juni 2013 vs Juni 2012 20,09%.


Grafik Produksi CPO AALI & BWPT

Berikut ini adalah grafik volume produksi CPO AALI dan BWPT.

Data AALI adalah data per bulan sejak tahun 2012. Data BWPT adalah data per bulan tahun 2013


Perbandingan Kapitalisasi Emiten Perkebunan vs Luas Kebun

Berikut ini adalah data perbandingan antara kapitalisasi emiten perkebunan dengan total luas lahan tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM).


Senin, 26 Agustus 2013

Rasio Neraca Emiten Perkebunan

BWPT tercatat memiliki rasio DER paling tinggi dibandingkan dengan AALI, LSIP dan SIMP. Namun apabila kita bandingkan dengan nilai dari TBM (tanaman belum menghasilkan) BWPT ternyata adalah yang paling rendah. Berikut ini perbandingannya:


Untuk jangka panjang maka produksi BWPT akan tumbuh lebih baik daripada emiten yang lain di atas karena rasio TBM-nya paling besar dibandingkan dengan TM (tanaman menghasilkan).

Untuk lebih jelas membandingkan antara rasio TBM/TM adalah membandingkan dalam jumlah luas lahan. Sampai dengan 30 Juni 2013 luas (ha) Luas lahan TM LSIP adalah 91.102 ha dan TBM 15.597 sehingga rasionya adalah 17%. Untuk BWPT adalah 34.627 dan TBM 27.434 atau rasionya 79%. Untuk AALI sampai dengan 31 Desember 2012 TM 234.430 dan TBM 38.564 sehingga rasionya adalah 16,45%.



Minggu, 25 Agustus 2013

Grafik Harga CPO AALI

Berikut ini adalah grafik harga CPO AALI untuk penyerahan di Dumai dengan syarat FOB. Harga adalah dalam Rp/Kg selama tahun 2013 sampai dengan 23 Agustus 2013. Harga tanggal 23 Agustus adalah harga paling tinggi yaitu sebesar Rp 8.440.


Perbandingan harga rata-rata CPO AALI tersebut adalah sebagai berikut:


Sabtu, 24 Agustus 2013

Saatnya Masuk Saham Komoditas?

Apakah saat ini cukup beralasan untuk membeli saham-saham komoditas akibat pelemahan dari rupiah terhadap USD?

Apabila kita membandingkan harga komoditas terkini dan dibandingkan dengan kurs IDR/USD terkini, maka tampaknya kita belum mempunyai alasan sama sekali untuk membeli saham-saham basis batubara berhubung harga terkini masih jauh lebih rendah daripada harga rata-rata semester I 2013.

Namun kita mempunyai sedikit alasan untuk membeli saham-saham INCO, TINS, dan ANTM.

Harga nikel dan emas terkini kalau dibandingkan adalah tidak jauh berbeda dengan harga rata-rata semester I 2013.

Harga timah sendiri lebih bagus dibandingkan dengan harga rata-ratanya, namun masih rendah daripada harga tertinggi di bulan Januari 2013.

Bagaimana dengan saham-saham basis CPO? Rupanya inilah saham komoditas yang wajib dibeli berhubung harga CPO terkini ternyata lebih tinggi daripada harga rata-rata semester I 2013 dan lebih tinggi daripada harga paling tinggi pada bulan Mei 2013.

Berikut ini perbandingan harga komoditas



Beli Saham Waktu Crash?

Memahami chart saham yang sedang down trend di kala market sedang crash jauh lebih sulit daripada memahami chart saham yang sedang down trend di kala market yang sedang “jinak”.

Pada saat market sedang crash, biasanya kecepatan turunnya saham lebih besar daripada kecepatan naiknya. Ini mungkin disebabkan investor lebih mudah “takut” daripada lebih “berani”. Dalam situasi yang seperti ini.

Ketika market sedang crash, sebagian besar saham juga crash, maka menentukan titik masuk yang tepat adalah sangat sulit.

Menentukan titik masuk lewat support line dari trend line juga cukup berbahaya karena gampang ditembus. Menggunakan Fibonacci retracement juga sama risikonya.

Pendekatan terbaik untuk menentukan titik saham ketika market sedang crash adalah lewat pendekatan persentase dengan rumus masuk ketika crash lebih kurang 15% pada tiap  gelombangnya. Pendekatan persentase ini lebih ke pendekatan psikologis.

Market crash biasanya didasari alasan fundamental ekonomi sehingga terjadi kepanikan pasar yang besar. Jika alasan fundamental adalah ekonomi domestik, maka diperkirakan akan terjadi resesi atau depresi domestik.

Suatu market dapat dikategorikan crash jika turun tidak kurang dari 15% dalam waktu di bawah satu bulan. Manakala market sedang crash, maka akan banyak saham yang jatuh lebih dari 20%-30% dalam waktu satu bulan.

Awal crash merupakan waktu yang paling berbahaya. Jadi waktu yang terbaik adalah masuk ketika market sedang crash pada persentase kisaran 15%-20%. Dalam masa-masa market crash juga terdapat hari-hari reboundnya yang  tajam. Ketika rebound itulah maka waktu yang tepat untuk melakukan penjualan dengan harapan keuntungan 1/3 dari jumlah penurunan. Misalnya membeli saham yang turun 30% maka dapat dijual jika saham telah naik 10%.

Pada bulan Agustus 2011, IHSG crash dari angka 4.130 sampai dengan low 3.590 sehingga turun 15%. Pada bulan September 2011 crash dari angka 3.841 sampai low 3.217 sehingga turun 19%.

Bagaimana kalau dibandingkan dengan tahun 2008? Pada tahun 2008 tingkat crash adalah sangat besar dan waktu itu benar-benar terjadi resesi global. Saham-saham komoditas juga tumbang tak kira-kira karena harganya turun sangat signifikan.

Apakah tahun ini juga seperti tahun 2008? Ya, kita ikuti saja. Kalau seperti itu, maka baiknya kita menunggu kejatuhan yang lebih besar daripada hanya sekedar 15%-20% tiap gelombangnya.

Jika kita yakin tidak ada resesi seperti tahun 2008, maka crash kali ini adalah kesempatan untuk membeli lebih murah.

IHSG nampaknya telah memulai crash pada bulan ini dari angka 4.610 menjadi 4.169,827 pada penutupan 23/08/2013 sehingga  turun sebesar 10,57%. Jika dihitung ke low maka menyentuh angka 13,49%. Sangat banyak saham yang tumbang lebih dari 20%. Saat yang aman untuk masuk pada bulan ini adalah menunggu IHSG berkisar turun 15% di sekitar angka 3.920. 

Cari saham yang turun lebih dari 30% dengan kriteria fundamental tidak terpengaruh dengan kenaikan USD. Tidak banyak hutang USD. Tidak banyak terpengaruh dengan kenaikan bunga. Sehingga diharapkan cepat rebound.

Karena tujuannya hanya untuk trading maka mesti melakukan profit taking jika tujuan telah tercapai. Kalau pun belum tercapai tetapi saham tidak cukup kuat untuk rebound maka tetap harus cepat dijual.

Perlu ditambahkan bahwa definisi resesi ekonomi adalah jika terjadi pertumbuhan ekonomi riil negatif selama dua kuartal berturut-turut atau selama setahun. Jadi apakah Indonesia sedang menghadapi resesi?

Resesi secara mikro mungkin juga dapat dilihat dari kinerja emiten-emiten besar. Apakah terjadi pertumbuhan negatif dibandingkan dengan tahun lalu?

Daftar Saham Paling Turun (19/8/13 sd 23/8/13)


Daftar Saham Paling Naik (19/8/13 sd 23/8/13)

Hutang Emiten Kontraktor

Pada tulisan sebelumnya mengenai Pilih Saham Kontraktor disebutkan kalau DER seluruh emiten kontraktor sangat tinggi.

Namun, apabila kita membanding dan memilah-milah hutang mereka, ternyata hutang yang besar tersebut ternyata tidak perlu terlalu dirisaukann karena hutang yang besar juga didukung dengan jumlah aset lancar yang sebanding.

Berikut ini perbandingan antara aset lancar dengan total hutang (data per 30 Juni 2013):




Hutang-hutang emiten tersebut yang dalam mata uang USD relatif tidak ada sehingga yang perlu diperhatikan adalah hutang berbunga dan mengira-ngira seberapa besar dampak kenaikan bunga dari hutang yang berbunga tidak tetap.

Berikut ini adalah perbandingan perkiraan dampak perubahan beban bunga jika bunga diperkirakan akan naik 2% . Dampak hanya akan terjadi atas hutang bank yang berbunga tidak tetap. Hutang surat-surat berharga misalnya obligasi sudah ditetapkan besarannya sehingga tidak bermasalah.



Dari data di atas terlihat hutang WIKA adalah yang paling rendah dibandingkan dengan total ekuitasnya, namun yang paling tidak berdampak terhadap perubahan bunga adalah ADHI karena hutangnya sebagian besar adalah hutang obligasi yang berbunga tetap dan hutang sukuk yang tidak tergantung kepada bunga.

Kalau kita bandingkan dengan target laba masing-masing, maka dampak perubahan bunga relatif masih aman.

Berikut ini datanya:




Pilih Saham Kontraktor

Sektor manakah yang tidak begitu terpengaruh dengan kondisi makro buruk terkini? Salah satunya adalah sektor konstruksi khususnya untuk emiten BUMN.

Yang perlu menjadi concern adalah pada sektor ini kebanyakan emitennya juga mempunyai hutang bank dan obligasi yang bejibun dengan DER yang sangat tinggi. Jadi kenaikan suku bunga akan menambah beban bunga nantinya. Namun kenaikan bunga relatif dapat ditutupi dari kenaikan laba operasi karena perolehan kontrak yang semakin besar ke depan.
Kita lihat hanya dari target perolehan kontrak emiten-emiten tersebut rata-rata sangat tinggi tahun ini dan melebihi nilai penjualan pada tahun 2012.



Masing-masing emiten di atas mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kalau melihat ke laporan laba yang terakhir dan dibandingkan dengan PER terkini, maka pilihan dapat dijatuhkan ke  PTPP karena laba naik 122% dan PER terakhir apabila disetahunkan adalah 17,69x sehingga adalah yang paling murah.

Berikut perbandingannya:



Jika ditinjau dari PER terhadap target laba. Maka pilihan paling murah adalah ADHI.

Perbandingannya seperti di bawah ini.



Bagaimana jika menghitung dari kemungkinan laba 2013?

Keempat emiten di atas selalu mempunyai pendapatan sekaligus laba yang melesat di akhir tahun. Kita lihat data perbandingan porsi laba berikut ini:




Dengan mengambil angka porsi laba Ytd Q2 2012 dan dengan perkiraan angka konservatif dinaikkan masing-masing menjadi 10%, maka perkiraan laba akhir tahun masing-masing emiten menjadi seperti berikut ini:
   

Dengan melihat data di atas, maka saham paling murah saat ini adalah PTPP dan ADHI

Apakah proyeksi laba setahun penuh 2013 di atas terlalu optimis? Kita lihat perbandingan pertumbuhan laba 2013 berikut ini:


Bagaimana kalau dibandingkan dengan target labanya?




Tampaknya untuk PTPP terlalu optimistis?


Jadi kalau disimpulkan dari seluruh data di atas, pilihan paling baik saat ini adalah ADHI.
Namun ADHI rupanya mempunyai kejelekan dengan DER yang paling tinggi. Berikut perbandingan datanya: