Selasa, 30 September 2014

SMDM - Analisis Laporan Keuangan Q2 2014




Analisis Laporan Keuangan PT Suryamas Dutamakmur Tbk (SMDM) Q2 2014

Tahunan

Perusahaan mencetak kenaikan pendapatan  sebesar 36%. Di sisi beban pokok, beban naik sebesar 38%  sehingga laba kotor meningkat sebesar 34%. Di sisi lain, kombinasi dari beban usaha, beban pendanaan dan pendapatan-beban lain bertambah sebesar 107% sehingga laba sebelum pajak merosot sebesar 16%. Laba bersih kemudian terpangkas sebesar 28% dikarenakan beban pajak penghasilan yang bertambah sebesar 30%. Bagian untuk kepentingan non-pengendali yang berubah signifikan menyebabkan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk melesat sebesar 173%. Jika disesuaikan, pada akhirnya laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk akan meningkat sebesar 161%.

Biarpun laba terlihat meningkat luar biasa, namun laba tersebut termasuk masih sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah modal pemegang saham. Rasio ROE hanya sebesar 3%.

Rasio GPM menurun tipis menjadi 39,02% dari 39,69%.

Muncul saldo aset real estat lancar yang pada periode sebelumny belum ada. Tentunya kita berharap penjualan perusahaan akan meningkat secara jangka pendek maupun jangka panjang dari tersedianya aset real estat lancar tersebut.

Di sisi lain, saldo aset tidak lancar berkurang sebesar 26%. Sedangkan saldo aset tetap meningkat sebesar 44%. Peningkatan saldo aset tetap diharapkan dapat menopang pendapatan jangka panjang perusahaan.

Saldo uang muka penjualan bertambah sebesar 41%.

Kas masuk dari pelanggan meningkat sebesar 23%.  Jika dibandingkan dengan angka pendapatan, angka tersebut setara dengan 140% berbanding 155%  pada periode sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa selama dua tahun terakhir perusahaan terbilang sukses dalam memasarkan produk-produknya.

Hutang finansial perusahaan naik sebesar 41%. Beban keuangan belum merupakan beban yang berpengaruh terhadap laba  bersih. Secara kuartalan, perusahaan mencatat pendapatan keuangan.

Kuartalan

Perusahaan mencetak kenaikan pendapatan  sebesar 48%. Di sisi beban pokok, beban naik sebesar 46%  sehingga laba kotor meningkat sebesar 52%. Di sisi lain, kombinasi dari beban usaha, beban pendanaan dan pendapatan-beban lain berkurang sebesar 15% sehingga laba sebelum pajak melesat sebesar 393%. Laba bersih kemudian melambung sebesar 835% dikarenakan beban pajak penghasilan yang bertambah sebesar 73%. Bagian untuk kepentingan non-pengendali yang meningkat menyebabkan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk menggelembung sebesar 475%. Jika disesuaikan, pada akhirnya laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk akan meningkat sebesar 228%.

Rasio GPM meningkat tipis menjadi 43,33% dari 42,34%.

Biarpun laba terlihat meningkat dengan baik, namun laba tersebut termasuk masih sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah modal pemegang saham. Rasio ROE (disetahunkan) hanya sebesar 4%.

Kas masuk dari pelanggan menurun sebesar 1%.  Jika dibandingkan dengan angka pendapatan, angka tersebut setara dengan 99% berbanding 149%  pada periode sebelumnya.

PLIN - Analisis Laporan Keuangan Q2 2014




Analisis Laporan Keuangan PT Plaza Indonesia Realty Tbk (PLIN) Q2 2014

Tahunan

Perusahaan mencetak penurunan pendapatan  sebesar 17%. Di sisi beban pokok, beban turun sebesar 35%  sehingga laba kotor meningkat sebesar 1%. Di sisi lain, kombinasi dari beban usaha, penghasilan investasi, beban keuangan dan pendapatan-beban lain bertambah sebesar 35% sehingga laba sebelum pajak merosot sebesar 40%. Laba bersih kemudian terpangkas sebesar 53% dikarenakan beban pajak penghasilan yang berkurang sebesar 7%. Perusahaan mengalami kerugian lain-lain (sebagian besar merupakan kerugian selisih kurs) yang signifikan pada periode ini dan juga pada periode sebelumnya. Jika disesuaikan, pada akhirnya laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk akan terkikis sebesar 5%.

Rasio GPM meningkat menjadi 61,26% dari 50,37%.

Saldo properti investasi meningkat sebesar 37%. Saldo aset tetap bertambah sebesar 9%. Peningkatan-peningkatan tersebut diharapkan dapat menopang pendapatan jangka panjang perusahaan.

Saldo pendapatan diterima dimuka bertambah sebesar 37%.

Kas masuk dari pelanggan meningkat sebesar 6%.  Jika dibandingkan dengan angka pendapatan, angka tersebut setara dengan 107% berbanding 83%  pada periode sebelumnya.

Hutang finansial perusahaan turun sebesar 15%. Beban keuangan meningkat sebesar 40%. Beban keuangan bukan merupakan beban yang berpengaruh cukup besar terhadap laba bersih.

Kuartalan

Perusahaan mencetak kenaikan pendapatan  sebesar 1%. Di sisi beban pokok, beban naik sebesar 1%  sehingga laba kotor meningkat sebesar 2%. Di sisi lain, kombinasi dari beban usaha, penghasilan investasi, beban keuangan dan pendapatan-beban lain bertambah sebesar 267% sehingga laba sebelum pajak merosot sebesar 68%. Laba bersih kemudian terpangkas sebesar 76% dikarenakan beban pajak penghasilan yang berkurang sebesar 30%. Perusahaan mengalami kerugian lain-lain (sebagian besar merupakan kerugian selisih kurs) pada periode ini dan mendulang keuntungan lain-lain (sebagian besar merupakan keuntungan selisih kurs) yang signifikan pada periode sebelumnya. Jika disesuaikan, pada akhirnya laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk akan terkikis sebesar 9%.

Rasio GPM meningkat tipis menjadi 63,80% dari 63,66%.

Kas masuk dari pelanggan meningkat sebesar 16%.  Jika dibandingkan dengan angka pendapatan, angka tersebut setara dengan 107% berbanding 94%  pada periode sebelumnya. 

Tarif Pajak Penghasilan Emiten




Dalam menganalisis dan mengkalkulasi  peroleha laba emiten tidak terlepas dari ketentuan perpajakan yang melekat pada masing-masing emiten, khususnya tarif pajak penghasilan badan.

Secara umum, sesuai dengan  UU Pajak Penghasilan No 36 Tahun 2008 tarif pajak penghasilan saat ini adalah 25% dari penghasilan kena pajak.  Penghasilan kena pajak ini lebih seringnya tidak sama  dengan laba sebelum pajak. Penghasilan kena pajak telah melalui berbagai koreksi dan penyesuaian pajak.

UU juga mengatur mengenai diperolehnya diskon khusus bagi perusahaan terbuka yaitu sebesar 5% dengan persyaratan paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya. Jadi emiten-emiten yang memenuhi syarat tarif pajaknya akan menjadi 20% saja.

Selain tarif umum sebesar 25% di atas, emiten-emiten tertentu yang bergerak di bidang usaha tertentu dikenai tarif khusus yang disebut sebagai PPh Final.

Pengenaan PPh secara final mengandung arti bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu dan dasar pengenaan pajak tertentu pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh. PPh yang dikenakan, baik yang dipotong fihak lain maupun yang disetor sendiri, bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang tetapi sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan tersebut. Dengan demikian, penghasilan yang dikenakan PPh final ini tidak akan dihitung lagi PPh nya di SPT Tahunan untuk dikenakan tarif umum bersama-sama dengan penghasilan lainnya. Begitu juga, PPh yang sudah dipotong atau dibayar tersebut juga bukan merupakan kredit pajak di SPT Tahunan.

Jadi PPh Final dikenakan terhadap jumlah pendapatan atau penjualan dan tidak memperhatikan lagi jumlah beban yang dikorbankan untuk menghasilkan pendapatan tersebut. Ini berarti bisa saja emiten rugi namun mempunyai beban pajak. Bisa juga emiten untung sangat besar namun beban pajaknya rendah.

Beberapa bidang usaha emiten yang perlu diperhatikan tarif PPh Finalnya adalah antara lain, emiten bidang konstruksi, penjualan dan sewa properti, dan pelayaran.

Emiten Bidang Jasa Konstruksi

Tarif PPh Final untuk emiten bidang konstruksi ditentukan sebagai  berikut ini:




Emiten Bidang Properti

Untuk emiten yang melakukan penjualan properti (pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan) maka akan dikenakan PPh Final sebesar 5% dari penghasilan bruto.

Untuk emiten yang melakukan usaha penyewaan properti akan dikenakan PPh Final sebesar 10% dari penghasilan bruto.


Emiten Bidang Pelayaran Dalam Negeri

Untuk emiten bidang pelayaran dalam negeri dikenakan PPh Final sebesar 1,2% dari penghasilan bruto.


Emiten yang menerima penghasilan lain yang dikenai PPh Final

Beberapa penghasilan lain yang dikenaikan PPh Final antara lain adalah


  • Bunga tabungan, deposito dan SBI yang dikenakan PPh Final sebesar 20%.
  • Penjualan saham di bursa efek yang dikenakan PPh Final sebesar 0,1% dari nilai penjualan.


Emiten yang bergerak di bidang asuransi dan investasi yang mempunyai portofolio deposito dan efek-efek akan terpengaruh terhadap tarif-tarif pajak tersebut di atas.

Selain tarif umum dan tarif khusus berupa PPh Final, bagi perusahaan-perusahaan bidang pertambangan yang mempunyai Kontrak Karya dengan pemerintah, tarif PPh Badannya diatur secara sangat khusus. Contohnya adalah ADRO yang mempunyai tarif PPh sebesar 45%.

OOT: Jangan kaget jika Anda berada di Medan dan diajak kenalan untuk mengunjungi pajak karena istilah sehari-hari "pajak" di Medan adalah sama dengan pasar.

Suasana di salah satu "Pajak" di Medan (Sumber: Jia.Xiang.Biz)

Senin, 29 September 2014

MKPI - Analisis Laporan Keuangan Q2 2014





Analisis Laporan Keuangan PT Metropolitan Kentjana Tbk (MKPI) Q2 2014

Tahunan

Perusahaan mencetak pertumbuhan pendapatan  sebesar 20%. Di sisi beban pokok, beban naik sebesar 24%  sehingga laba kotor meningkat sebesar 18%. Di sisi lain, beban usaha dan pendapatan-beban lain bertambah sebesar 10% sehingga laba usaha naik sebesar 19%. Beban keuangan meningkat sebesar 47% menyebabkan laba sebelum pajak meningkat sebesar 18%. Laba bersih kemudian naik sebesar 17% juga dikarenakan beban pajak penghasilan yang bertambah sebesar 21%. Jika disesuaikan, pada akhirnya laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk akan meningkat sebesar 18%.

Rasio GPM menyusut menjadi 55,43% dari 56,75%.

Saldo aset real estat tidak lancar meningkat sebesar 39%. Saldo aset tetap bertambah sebesar 14%. Peningkatan-peningkatan tersebut diharapkan dapat menopang pendapatan jangka panjang perusahaan.

Saldo uang muka diterima bertambah sebesar 84%.

Kas masuk dari pelanggan meningkat sebesar 54%.  Jika dibandingkan dengan angka pendapatan, angka tersebut setara dengan 136% berbanding 106%  pada periode sebelumnya.

Hutang finansial perusahaan meningkat sebesar 22%. Beban keuangan meningkat sebesar 47%. Beban keuangan bukan merupakan beban yang berpengaruh besar terhadap laba bersih.

Kuartalan

Perusahaan mencetak pertumbuhan pendapatan  sebesar 4%. Di sisi beban pokok, beban naik sebesar 10%  sehingga laba kotor tidak banyak berubah. Di sisi lain, beban usaha dan pendapatan-beban lain bertambah sebesar 16% sehingga laba usaha turun sebesar 3%. Beban keuangan meningkat sebesar 12% menyebabkan laba sebelum pajak terkikis sebesar 4%. Laba bersih kemudian turun sebesar 6% juga dikarenakan beban pajak penghasilan yang bertambah sebesar 4%. Jika disesuaikan, pada akhirnya laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk akan tergerus sebesar 15%.

Rasio GPM menyusut menjadi 54,35% dari 56,72%.

Kas masuk dari pelanggan meningkat sebesar 71%. Jika dibandingkan dengan angka pendapatan, angka tersebut setara dengan 204% berbanding 125% pada periode sebelumnya.

Minggu, 28 September 2014

INDY - Analisis Laporan Keuangan Q2 2014




Analisis Laporan Keuangan PT Indika Energy Tbk (INDY) Q2 2014

Tahunan

Perusahaan mencetak kenaikan pendapatan sebesar 11%. Di sisi beban pokok, beban bertambah sebesar 22% sehingga laba kotor melorot  sebesar 25%. Di sisi lain, kombinasi dari beban usaha, bagian laba bersih entitas asosiasi dan pengendalian bersama entitas, amortisasi aset tidak berwujud, beban keuangan dan pendapatan-beban lain menurun sebesar 8% sehingga menimbulkan rugi sebelum pajak berbanding laba sebelum pajak pada periode sebelumnya. Pada akhirnya perusahaan mengalami rugi bersih yang meningkat sebesar 1.035%. Bagian laba untuk kepentingan non-pengendali yang menurun menyebabkan rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk meningkat sebesar 144%. Perusahaan mengalami kerugian lain-lain yang signifikan pada periode ini dan juga pada periode sebelumnya. Jika kerugian tersebut dikeluarkan dari perhitungan laba rugi (tanpa memperhatikan kepentingan non-pengendali), maka perusahaan akan mengalami rugi bersih yang tidak banyak berubah.

Rasio GPM mengalami penyusutan menjadi 15,98% dari 23,62%. Perubahan dari rasionya sangat mempengaruhi perolehan laba kotor perusahaan.

Saldo aset tetap berkurang sebesar 8%. Saldo investasi pada entitas asosiasi berkurang sebesar 3%.

Hutang finansial mengalami penurunan sebesar 22%. Beban keuangan bertambah sebesar 14%. Beban keuangan merupakan beban yang berpengaruh signifikan terhadap laba bersih.

Arus kas bersih operasi solid dan jauh lebih besar daripada laba bersihnya.

Laba perusahaan sebenarnya hanya disumbangkan oleh pendapatan dari bagian laba bersih entitas asosiasi dan pengendalian bersama entitas yang sebagian besar diperoleh dari PT Kideco Jaya Agung.

Laba perusahaan tampaknya banyak tersedot kepada kepentingan non-pengendali. Pada periode sebelumnya perusahaan mengalami kerugian bersih namun bagian untuk kepentingan non-pengendali masih ada labanya sehingga rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk semakin besar.
 
Kuartalan

Perusahaan mencetak penurunan pendapatan sebesar 6%. Di sisi beban pokok, beban bertambah sebesar 23% sehingga menimbulkan rugi kotor berbanding laba kotor. Di sisi lain, kombinasi dari beban usaha, bagian laba bersih entitas asosiasi dan pengendalian bersama entitas, amortisasi aset tidak berwujud, beban keuangan dan pendapatan-beban lain yang secara neto menghasilkan pendapatan menyebabkan laba sebelum pajak menurun sebesar 84%. Pada akhirnya laba bersih turun sebesar 86%. Bagian laba untuk kepentingan non-pengendali yang menurun menyebabkan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk terpangkas sebesar 95%. Perusahaan mengalami kerugian lain-lain yang signifikan pada periode ini dan juga pada periode sebelumnya. Jika kerugian-kerugian tersebut dikeluarkan dari perhitungan laba rugi (tanpa memperhatikan kepentingan non-pengendali), maka laba bersih akan tergerus sebesar 29%.

Rasio GPM mengalami penyusutan menjadi -3,35 dari 20,96%.  Naik turunnya rasio GPM secara drastis membuat laba kotor perusahaan sulit diramal.

Sabtu, 27 September 2014

JSPT - Analisis Laporan Keuangan Q2 2014




Analisis Laporan Keuangan PT Jakarta Setiabudi Internasional Tbk (JSPT) Q2 2014

Tahunan

Perusahaan mencetak penurunan tipis pendapatan  sebesar 1%. Di sisi beban pokok, beban turun sebesar 2%  sehingga laba kotor terkikis sebesar 1%. Di sisi lain, beban usaha bertambah sebesar 3% sehingga laba usaha turun sebesar 7%. Laba sebelum pajak terkikis sebesar 3%. Laba bersih kemudian turun sebesar 15%  dikarenakan beban pajak penghasilan yang meningkat sebesar 61%. Pada akhirnya laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk  terpangkas sebesar 9%. Perusahaan menelan kerugian selisih kurs yang signifikan pada periode ini dan juga pada periode sebelumnya. Jika disesuaikan, maka laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk akan naik sebesar 6%.

Rasio GPM mengembang tipis menjadi 64,19% dari 64,12%.

Saldo aset real estat lancar menyusut  sebesar 16% dan yang tidak lancar menyusut sebesar 19%.

Saldo properti investasi menurun sebesar 1%. Sedangkan aset tetap meningkat sebesar 10%.

Saldo jaminan dan uang muka diterima  berkurang sebesar 21%.

Kas masuk dari pelanggan menyusut sebesar 14%.  Jika dibandingkan dengan angka pendapatan, angka tersebut setara dengan 102% berbanding 117%  pada periode sebelumnya. Tampaknya perusahaan harus bekerja lebih keras untuk memasarkan produk-produk propertinya.

Hutang finansial perusahaan meningkat sebesar 10%. Perusahaan secara neto memperoleh pendapatan keuangan.

Kuartalan

Perusahaan mencetak penurunan pendapatan  sebesar 6%. Di sisi beban pokok, beban turun sebesar 1%  sehingga laba kotor terkikis sebesar 9%. Di sisi lain, beban usaha berkurang sebesar 4% sehingga laba usaha turun sebesar 17%. Laba sebelum pajak terpangkas sebesar 33% karena munculnya beban keuangan. Laba bersih kemudian turun sebesar 37%  dikarenakan beban pajak penghasilan yang meningkat sebesar 13%. Pada akhirnya laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk  terpangkas sebesar 12%. Perusahaan menelan kerugian selisih kurs yang signifikan pada periode ini dan mendulang keuntungan selisih kurs pada periode sebelumnya. Jika disesuaikan, maka laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk akan naik sebesar 10%.

Rasio GPM menyusut menjadi 63,32% dari 65,45%.

Kas masuk dari pelanggan melemah tipis sebesar 1%. Jika dibandingkan dengan angka pendapatan, angka tersebut setara dengan 118% berbanding 112% pada periode sebelumnya.

SCBD - Analisis Laporan Keuangan Q2 2014




Analisis Laporan Keuangan PT Danayasa Arthatama  Tbk (SCBD) Q2 2014

Tahunan

Perusahaan memperoleh pendapatan yang sangat besar pada Q3 2013 yang mengambil porsi sebesar 75% dari seluruh pendapatan tahunan. Angka tersebut sangat mempengaruhi kinerja perusahaan secara tahunan, baik pendapatan maupun laba bersihnya. Padahal, penjualan besar tersebut tidak terulang lagi pada tiga kuartal selanjutnya.

Saldo persediaan tidak lancar yang sebagian besar merupakan tanah yang sedang dikembangkan meningkat sebesar 15%. Peningkatan ini tentunya diharapkan dapat menyumbang pada peningkatan pendapatan jangka panjang.

Saldo properti investasi dan aset tetap masing-masing turun sebesar 2% dan 6%.

Hutang finansial perusahaan menurun sebesar 47%. Perusahaan secara neto telah menikmati pendapatan keuangan.

Perusahaan menikmati keuntungan selisih kurs yang besar pada periode ini berbanding kerugian selisih kurs pada periode sebelumnya. Keuntungan tersebut sebagian besar berasal dari piutang usaha yang berdenominasi USD.
.
Kuartalan

Pendapatan turun sebesar 5%. Di sisi beban pokok, beban berkurang sebesar 3%  sehingga laba kotor terkikis sebesar 6%. Di sisi lain, beban usaha menyusut sebesar 5% sehingga laba usaha tergerus sebesar 7%. Kombinasi dari pendapatan sewa dan pengelolaan kawasan, pendapatan-beban keuangan, laba rugi selisih kurs dan lainnya yang menghasilkan pendapatan secara neto berbanding beban pada periode sebelumnya menimbulkan laba sebelum pajak daripada rugi sebelum pajak pada periode sebelumnya. Perusahaan kemudian mencatat laba bersih berbanding rugi bersih pada periode sebelumnya. Perusahaan menikmati keuntungan selisih kurs yang signifikan pada periode ini berbanding kerugian selisih kurs yang signifikan pada periode sebelumnya. Jika keuntungan dan kerugian tersebut dikeluarkan dari perhitungan laba bersih (tanpa memperhatikan faktor pajak penghasilan dan kepentingan minoritas), maka laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk akan melesat sebesar 1.731%.

Laba perusahaan tampaknya banyak terserap kepada kepentingan minoritas. Pada kuartal sebelumnya, biarpun perusahaan mengalami rugi bersih, namun karena bagian untuk kepentingan minoritas tetap ada labanya dan besar sehingga  rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk semakin besar.

Rasio GPM  menyusut tipis menjadi 73,67% dari 74,28%.

JIHD - Analisis Laporan Keuangan Q2 2014




Analisis Laporan Keuangan PT Jakarta International Hotels & Development Tbk (JIHD) Q2 2014

Tahunan

Perusahaan memperoleh pendapatan yang sangat besar pada Q3 2013 yang mengambil porsi sebesar 69% dari seluruh penjualan tahunan. Angka tersebut sangat mempengaruhi kinerja perusahaan secara tahunan, baik pendapatan maupun laba bersihnya. Padahal, penjualan besar tersebut tidak terulang lagi pada tiga kuartal selanjutnya. Pendapatan tersebut berasal dari anak perusahaan, yaitu SCBD. Perusahaan memegang 82,41% saham SCBD.

Saldo persediaan tidak lancar yang sebagian besar merupakan tanah yang sedang dikembangkan meningkat sebesar 14%. Peningkatan ini tentunya diharapkan dapat menyumbang pada peningkatan pendapatan jangka panjang.

Saldo properti investasi dan aset tetap masing-masing turun sebesar 1% dan 5%.

Hutang finansial perusahaan menurun sebesar 46%. Perusahaan secara neto telah menikmati pendapatan keuangan.

Perusahaan menikmati keuntungan selisih kurs yang besar pada periode ini berbanding kerugian selisih kurs pada periode sebelumnya. Keuntungan tersebut sebagian besar berasal dari piutang usaha yang berdenominasi USD.
.
Kuartalan

Pendapatan turun sebesar 4%. Di sisi beban pokok, beban berkurang sebesar 2%  sehingga laba kotor terkikis sebesar 5%. Di sisi lain, beban usaha menyusut sebesar 2% sehingga laba usaha tergerus sebesar 18%. Kombinasi dari pendapatan sewa dan pengelolaan kawasan, pendapatan-beban keuangan, laba rugi selisih kurs dan lainnya yang menghasilkan pendapatan secara neto berbanding beban pada periode sebelumnya menimbulkan laba sebelum pajak daripada rugi sebelum pajak pada periode sebelumnya. Perusahaan kemudian mencatat laba bersih berbanding rugi bersih pada periode sebelumnya. Perusahaan menikmati keuntungan selisih kurs yang signifikan pada periode ini berbanding kerugian selisih kurs yang signifikan pada periode sebelumnya. Jika keuntungan dan kerugian tersebut dikeluarkan dari perhitungan laba bersih (tanpa memperhatikan faktor pajak penghasilan dan kepentingan minoritas), maka laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk akan turun sebesar 33%.

Laba perusahaan tampaknya banyak terserap kepada kepentingan minoritas. Pada kuartal sebelumnya, biarpun perusahaan mengalami rugi bersih, namun karena bagian untuk kepentingan minoritas tetap ada labanya dan besar sehingga  rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk semakin besar.

Rasio GPM  menyusut tipis menjadi 67,06% dari 67,75%.

Yang cukup menarik, kapitalisasi JIHD tercatat sebesar Rp 3 triliun sedangkan SCBD tercatat sebesar Rp 12,6 triliun.

LPGI - Analisis Laporan Keuangan Q2 2014



Analisis Laporan Keuangan PT Lippo General Insurance Tbk (LPGI) Q2 2014

Tahunan

Perusahaan mencatat pertumbuhan pendapatan sebesar 29%. Di sisi lain beban meningkat sebesar 24% sehingga laba usaha meningkat sebesar  66%. Laba sebelum pajak tumbuh sebesar 61% karena pendapatan lain-lain yang menurun sebesar 74%. Laba bersih pada akhirnya bertambah sebesar 63%h karena beban pajak penghasilan yang meningkat sebesar 55%.

Saldo deposito meningkat sebesar 68% sedangkan saldo efek-efek menurun sebesar 24%.

Pendapatan premi perusahaan meningkat sebesar 21% namun beban klaim meningkat lebih tingi yaitu sebesar 30%. Hasil investasi yang meningkat sebesar 52% banyak menyumbang pada kenaikan laba.

Efek-efek perusahaan sebagian besar terdiri dari saham LPKR dan MPPA. Kenaikan harga atas kedua saham tersebut dapat meningkatkan hasil investasi perusahaan.

Kuartalan

Perusahaan mencatat pertumbuhan pendapatan sebesar 42%. Di sisi lain beban meningkat sebesar 15% sehingga laba usaha melejit sebesar  492%. Laba sebelum pajak tumbuh sebesar 383% karena pendapatan lain-lain yang berkurang. Laba bersih pada akhirnya tumbuh sebesar 385% karena beban pajak penghasilan yang meningkat sebesar 373%.

Pendapatan premi perusahaan meningkat sebesar 6% namun beban klaim meningkat jauh lebih besar yaitu sebesar 22%. Hasil investasi mencatat angka surplus yang tinggi berbanding minus pada periode sebelumnya.

Jumat, 26 September 2014

LPPS - Analisis Laporan Keuangan Q2 2014





Analisis Laporan Keuangan PT Lippo Securities Tbk (LPPS) Q2 2014

Perusahaan merupakan pemegang 20,05% saham LPLI dan 49,19% saham PT Ciptadana Capital. Saham-saham tersebut dicatat sebagai investasi pada entitas asosiasi. Nilai dari investasi pada entitas asosiasi mengambil porsi 92% dari seluruh aset perusahaan dan seluruhnya merupakan nilai dari kedua investasi tersebut. Oleh karena hutang perusahaan sangat minim, otomatis ekuitas perusahaan hampir seluruhnya terdiri dari investasi tersebut.

Laba perusahaan tentunya juga ditentukan oleh laba dari perusahaan-perusahaan asosiasi tersebut. Secara tahunan laba tersebut turun sebesar  72%. Saldo investasi pada perusahaan asosiasi meningkat sebesar 4%.

Oleh karena laba dari LPLI tergantung kepada saham-saham yang dipegangnya, maka otomatis juga akan mempengaruhi laba dari LPPS. Sedangkan laba dari PT Ciptadana Capital tampaknya juga tidak akan jauh dari kenaikan harga saham-saham group Lippo.

Pada harga terakhir (26/9/14) sebesar Rp 228. Rasio PBV LPPS adalah 0,53. Angka yang cukup rendah. Namun karena LPLI lebih terdiskon, jika diharuskan memilih, tampaknya lebih baik memilih LPLI daripada LPPS.

LPLI - Analisis Laporan Keuangan Q2 2014




Analisis Laporan Keuangan PT Star Pacific Tbk (LPLI) Q2 2014



Laba perusahaan sebenarnya hanya disumbangkan dari kenaikan aset keuangan dan dividen. Aset keuangan perusahaan sebagian besar terdiri dari saham MPPA, LPKR, LPGI dan NOBU. Sehingga jika ada kenaikan harga dari saham-saham tersebut maka otomatis akan mempengaruhi laba perusahaan.



Secara tahunan perusahaan mengalami rugi karena penurunan nilai dari aset keuangan. Saldo aset keuangan lancar mengalami penyusutan sebesar 19%.


Merujuk pada harga saham perusahaan terakhir 26/9/14 sebesar Rp 625, maka rasio PBV- nya adalah hanya sebesar 0,31. Oleh karena sebagian besar aset perusahaan terdiri dari aset keuangan dan hutang perusahaan minim, tampaknya dengan hanya membeli saham ini kita akan mendapatkan harga diskon daripada harga pasar atas kombinasi dari saham-saham MPPA, LPKR, LPGI dan NOBU.

Kamis, 25 September 2014

BWPT - Analisis Laporan Keuangan Q2 2014




Analisis Laporan Keuangan PT BW Plantation Tbk (BWPT) Q2 2014

Tahunan

Perusahaan mencetak kenaikan pendapatan usaha sebesar 38%. Di sisi beban pokok, beban bertambah sebesar 45% sehingga laba kotor meningkat  sebesar 32%. Di sisi beban usaha, beban meningkat sebesar 39% sehingga laba usaha tumbuh sebesar 28%. Di sisi lain, kombinasi dari beban keuangan dan pendapatan-beban lain meningkat sebesar 19% sehingga laba sebelum pajak tumbuh sebesar 29%. Pada akhirnya laba bersih naik sebesar 24% karena beban pajak penghasilan yang meningkat sebesar 47%.

Rasio GPM menyusut menjadi 47,82% dari 50,25%.

Saldo tanaman menghasilkan bertambah sebesar 42% dan saldo tanaman belum menghasilkan bertambah sebesar 10%. Sedangkan saldo aset tetap bertambah sebesar 15%. Penambahan-penambahan tersebut diharapkan dapat menopang pendapatan jangka panjang perusahaan.

Hutang finansial bertambah sebesar 5%. Beban keuangan meningkat sebesar 50%. Beban keuangan merupakan beban yang  berpengaruh signifikan terhadap laba bersih.

Pengeluaran kas untuk aktivitas investasi menyusut sebesar 34%. Jika dibandingkan dengan jumlah aset tidak lancar, pengeluaran tersebut setara dengan 12% berbanding 22% pada periode sebelumnya.

Kuartalan

Perusahaan mencetak kenaikan pendapatan usaha sebesar 9%. Di sisi beban pokok, beban bertambah sebesar 24% sehingga laba kotor terkikis  sebesar 7%. Di sisi beban usaha, beban meningkat sebesar 60% sehingga laba usaha terpangkas sebesar 29%. Di sisi lain, kombinasi dari beban keuangan dan pendapatan-beban lain meningkat sebesar 5% sehingga laba sebelum pajak turun sebesar 34%. Pada akhirnya laba bersih bertekuk juga sebesar 34% karena beban pajak penghasilan yang turun sebesar 36%.


Rasio GPM kembali menyusut menjadi 42,16% dari 49,27%.