Ini adalah tulisan ketiga atas isu yang sama yang mana tulisan kedua sebelumnya dapat dilihat di sini.
Khusus mengenai komoditas batubara sudah ditulis sebelumnya di sini.
Berikut ini tabel perbandingan harga komoditas yang disesuaikan dengan kurs rupiah.
Tidak seperti dua tulisan sebelumnya, maka kali ini perbandingan harga terkini adalah dibandingkan dengan harga rata-rata Q3 2013 saja oleh sebab saham-saham komoditas akhir-akhir ini sudah naik cukup besar. Jika harga komoditas terkini masih lebih tinggi daripada rata-rata harganya di Q3 2013, maka masih tersedia cukup alasan untuk membeli saham-saham komoditas.
Dari tabel di atas terlihat masih tersedia cukup alasan untuk membeli saham-saham komoditas karena harga terkininya dalam rupiah masih lebih tinggi daripada harga rata-rata Q3 2013.
Pilihan terbaik ada pada saham-saham basis CPO karena selisihnya paling tinggi yaitu 20,62% disusul saham timah sebesar 17,77%.
Apakah saham basis batubara masih cukup menarik? Jika dibandingkan dalam US dollar, harga terkini batubara sebenarnya hanya naik tipis, dari rata-rata 82,80 menjadi 85,35 alias cuma naik 3%. Rata-rata laporan emiten basis batubara juga dalam mata uang US dollar, sehingga harapan akan kenaikan laba adalah lebih kecil daripada emiten yang laporan keuangannya menggunakan mata uang rupiah. Selain itu input biaya pada perusahaan batubara sebagian besar juga dalam mata uang US dollar sehingga tidak banyak menikmati keuntungan akibat dari penurunan nilai tukar rupiah.
Yang paling diuntungkan dalam kondisi penurunan rupiah adalah saham basis CPO karena input biayanya sebagian besar adalah dalam rupiah. Disusul oleh saham timah.
Harga CPO yang naik akhir-akhir ini di Bursa Malaysia Derivatives (BMD) disebabkan terutama oleh faktor menurunnya jumlah produksi CPO Indonesia yang disebabkan oleh perkiraan penurunan produksi TBS akibat cuaca. Selain itu perkiraan akan kenaikan kebutuhan CPO untuk biofuel turut mempengaruhi kenaikan harga.
Untuk memilih emiten mana yang paling menguntungkan dengan kenaikan harga komoditas saatnya ini tentulah masih harus dibandingkan dengan volume produksinya.
Untuk pilihan sektor, sementara ini sektor CPO masih yang terbaik. Untuk pilihan emiten, selain jumlah produksinya, tentunya masih harus dibandingkan dengan valuasi saham terkini dan prospek ke depannya.
Untuk TINS, ini juga pilihan yang menarik walaupun penjualan pada Q3 menurun drastis Namun pada Q4 ini sudah mulai menunjukkan hasil yang sangat memuaskan.
Untuk sektor batubara, tampaknya pilihan yang dapat dilakukan sementara adalah melakukan trading saja.
Pilihan terbaik saham CPO adalah: AALI, LSIP, BWPT, SGRO, SIMP, TBLA.
Pilihan terbaik saham batubara adalah: KKGI, ADRO, ITMG, HRUM
Bagaimana dengan saham basis nikel? Dalam rupiah, harga nikel tercatat hanya naik 7,66% sehingga hanya sedikit menarik. Untuk INCO laporannya sendiri adalah dalam mata uang US dollar sehingga kenaikan laba yang diharapkan dari kenaikan harga jual adalah kecil karena harga nikel rata-rata saat ini masih lebih rendah dari rata-rata harga Q3 2013 dalam US dolllar.
Namun ada ekspektasi kenaikan harga nikel pada masa yang akan datang dikarenakan Indonesia akan melarang ekspor segala jenis ore termasuk bijih nikel mulai tanggal 12 Januari 2014 sehingga tindakan ini diperkirakan akan menyebabkan pengaruh pada pasokan nikel dunia pada tahun 2014.
Pelarangan ekspor bijih nikel akan berpengaruh juga kepada ANTM karena pendapatan ANTM sebagian masih berasal dari penjualan bijih nikel (mendekati 33% dari nilai penjualan 9M 2013) dan juga ada bijih bauksit dalam porsi kecil. ANTM sendiri berharap turunnya penjualan bijih nikel pada tahun depan dapat dikompensasi dengan penjualan alumina yang mana penjualan komersialnya akan dimulai pada semester II tahun depan.
Pilihan terbaik saham basis nikel adalah INCO namun hanya cocok untuk trading sambil mengikuti perkembangan terkini harga nikel.
Untuk emiten yang 100% menjual ore maka benar-benar akan menghadapi masalah besar pada tahun depan. Kita harapkan saja adalah perusahaan lokal yang dapat menampung ore tersebut untuk diolah di smelternya. Emiten yang menjual ore nikel saja adalah DKFT dan emiten yang menjual ore berupa bauksit adalah CITA.
Keberhasilan pemilihan saham basis komoditas tentunya tidak terlepas juga pada perkiraan harga ke depan. Harga komoditas yang diperkirakan kuat masih akan naik pada Q1 2014 adalah CPO dan timah. Untuk batubara tampaknya masih netral. Sedangkan yang diperkirakan akan menguat sepanjang tahun 2014 adalah timah.
ITRI memperkirakan harga timah akan mencapai US$ 26.000 pada tahun 2014 karena perkiraan defisit sebesar 12.400 MT dari perkiraan sebelumnya 7.400 MT.
Keberhasilan dari pemilihan saham sektor komoditas tergantung kepada faktor-faktor berikut ini:
1. Volume produksi dan volume penjualan emiten
2. Harga komoditas
3. Prospek harga komoditas
4. Nilai tukar rupiah
5. Manajemen
6. Valuasi harga saham
Selain faktor-faktor di atas, khusus untuk emiten yang banya melakukan kontrak penjualan jangka panjang, maka harga terkini komoditas menjadi sulit diperhitungkan pengaruhnya secara langsung pada perolehan laba terkini. Contohnya adalah perusahaan basis batubara yang memiliki kontrak-kontrak penjualan jangka panjang dengan harga tertentu.
Kenaikan harga jual yang diikuti dengan kenaikan harga pokok juga harus diperhatikan. Seperti misalnya pembelian TBS dari pihak luar oleh emiten basis CPO dan pembelian bahan baku timah oleh TINS dari pihak luar
Kemungkinan kenaikan pajak ekspor CPO harus menjadi faktor yang turut dipertimbangkan juga untuk saham-saham basis CPO.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Pak IDX, tolong update donk info dan harga komoditas s/d April 2014 ini. Sampai kapan siklus kenaikan komoditas CPO berakhir ?
BalasHapusThnaks.
Maaf Pak, saya tidak mengupdate lagi harga komoditas. Saya anggap momentum untuk membeli sudah jauh mengecil saat ini. Untuk siklus harga CPO saya tidak dapat meramalnya. Dengan patokan suplai yang akan naik mulai Q2 2014 ini maka tampaknya harga akan turun karena biasanya panen akan lebih banyak di semester 2. Namun masih tergantung sekali dengan permintaan, tentunya penggunaan bio diesel oleh Indonesia juga akan berpengaruh.
BalasHapus