Rabu, 01 Januari 2014

Kisah Kelu-Pilu BLTA

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir di dunia perkisahan BEI, terselip dua kisah legendaris dengan akhir cerita yang menyedihkan.

Kisah legendaris pertama yang paling terkenal tentu saja kisah haru-biru mengenai BUMI. Kisah legendaris yang satu lagi tidak lain adalah kisah kelu-pilu mengenai PT Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA).


Kisah mengenai BLTA adalah kisah yang sangat kelu dan sangat pilu yang membawa banyak kesedihan bagi banyak investor yang sampai saat ini masih memegang sahamnya, atau paling tidak pernah mengalami kerugian besar.

Sampai dengan tahun 2007, BLTA mencatat pertumbuhan penjualan yang signikan dan laba yang tumbuh terus menerus selama bertahun-tahun. Harga saham mencapai puncaknya pada bulan Desember 2007 senilai Rp 2.700.

Namun, kisah bahagia ini mulai berbalik ke kisah sedih pada masa-masa setelah BLTA dengan sangat ambisius mengakuisisi Chembulk Tankers LLC. pada akhir tahun 2007 sehingga BLTA menjadi perusahaan operator tanker kimia nomor tiga di dunia. Nilai akuisisi tersebut adalah senilai US$ 850 juta.



Entah karena nasib buruk atau karena salah perhitungan, akuisisi Chembulk yang diikuti dengan pertambahan hutang yang signifikan lambat laun membuat BLTA menjadi oleng dan sampai dengan tahun 2012, BLTA boleh dibilang sudah tenggelam oleh beban hutang-hutangnya.

Hasil operasi yang  tidak sanggup untuk membayar beban bunga dan pokok hutang membuat BLTA harus jungkir balik untuk menyelesaikan semua permasalahan yang timbul karena hutang-hutang tersebut dan permasalahan dengan para krediturnya. Dari menjual kapal-kapal yang ada, berperkara di pengadilan dengan para kreditur, melakukan restrukturisasi hutang, right issue sampai dengan upaya penambahan hutang baru dilakukan oleh BLTA.

Dari upaya-upaya tersebut, maka muncullah hasil kinerja tahun 2012 dan 2011 yang mengiris-iris semua modal pemegang saham.


Berikut ini tabel perbandingan kinerja tahun 2012 dibandingkan dengan tahun 2011.



BLTA mencatat penurunan penjualan sebesar 24% pada tahun 2012 dibandingkan dengan tahun 2011. Rugi kotor tercatat turun sebesar 98% menjadi rugi US$ 1.857.000. Sedangkan rugi bersih turun sebesar 27% menjadi US$ 720.314.000.

Apa sebenarnya yang menyebabkan kerugian besar BLTA tahun 2012 dan 2011?

Ya, tentu saja beban keuangan. Selain itu? BLTA mencatat beban keuangan yang lebih rendah pada tahun 2012, yaitu "hanya" sebesar US$ 106.578.000 atau turun sebesar 40% dibandingkan dengan tahun 2011 yang sebesar US$ 177.150.000. Namun BLTA masih mencatat kerugian lain-lain sebesar US$ 585.029.000 dibandingkan dengan tahun 2011 yang sebesar US$ 731.064.000. Angka-angka kerugian yang luar biasa.

Kerugian lain-lain pada tahun 2012 dan 2011 inilah yang menggerus nilai ekuitas BLTA tahun 2011 dan 2012 yang akhirnya menjadi merah tebal. Tentunya ini adalah cerita yang menyesakkan. Padahal pada tahun 2010, jumlah kerugian lain-lain hanya tercatat sebesar US$ 84.666.000 dan nilai ekuitas masih tercatat sebesar US$ 684.171.000

Rugi dari kerugian lain-lain?

Tahun 2012, kerugian lain-lain terbesar adalah berasal dari rugi penurunan revaluasi sebesar US$ 140.843.000, rugi karena terminasi kontrak sewa kapal sebesar US$ 208.505.000 dan rugi penyesuaian nilai penebusan wesel bayar dan obligasi konversi sebesar US$ 240.517.000. Total kerugian ketiganya adalah sebesar US$ 589.865.000

Tahun 2011, kerugian lain-lain terbesar adalah berasal dari rugi penurunan revaluasi sebesar US$ 622.826.000,  rugi karena terminasi kapal dalam penyelesaian sebesar US$ 77.209.000 dan rugi pelepasan aset tetap sebesar US$ 49.527.000. Jumlah ketiga kerugian tersebut adalah sebesar US$ 749.562.000.

Kenapa bisa muncul kerugian penurunan revaluasi? Ini tentu sangat menyesakkan dan menimbulkan tanda tanya besar.

Nilai per lembar ekuitas pengendali per 31/12/2012 adalah minus sebesar Rp 1.198 (kurs Rp 11.000) dari minus sebesar Rp 462 per 31/12/2011. Per 31/12/2010 sendiri masih tercatat plus sebesar Rp 652.

Jumlah hutang finansial pada tahun 2012 tidak banyak berubah, yaitu hanya turun 1% menjadi US$ 1.858.116.000.

Di sisi lain, nilai aset tetap bersih turun signifikan menjadi hanya US$ 777.285.000 (39%) pada tahun 2012 dibandingkan dengan tahun 2011 yang sebesar US$1.281.950.000. Penurunan signifikan ini lebih banyak disebabkan oleh pelepasan aset tetap, terminasi aset tetap dalam penyelesaian dan penurunan nilai revaluasi di luar dari penyusutan.

Sangat kelu dan pilu!

Kita dapat menarik benang-benang merah dari kisah BUMI dan BLTA.

Benang merah pertama adalah sama-sama mempunyai jumlah utang yang terlalu besar yang akhirnya menenggelamkan diri sendiri.

Benang merah yang kedua adalah sama-sama perusahaan yang sangat kompleks dengan banyak sekali anak, cucu, dan cicit. Rumit dan membingungkan.

Benang merah yang ketiga adalah sama-sama mis-management. Manajemen yang rumit dengan financial engineering yang tidak bisa dipahami.

Benang merah yang keempat adalah sama-sama mempunyai pemegang saham berlatar belakang keluarga yang konglomerat.

Benang merah yang kelima adalah sama-sama direkturnya masih yang itu-itu saja walaupun perusahaan dari untung besar menjadi rugi besar. Ekuitas dari plus besar menjadi minus besar.

Benang merah yang keenam adalah sama-sama perusahaan raksasa yang akhirnya karam (ekuitas pengendali minus besar).

Bagaimana dengan kinerja BLTA tahun 2013? Sampai dengan saat ini, belum ada laporan kuartalan/interim tahun 2013 yang dirilis. Laporan tahun 2012 juga baru saja dirilis pada tanggal 30 Desember 2013.

Memahami kisah BUMI dan BLTA berguna bagi investor untuk kelak dapat mengidentifikasi perusahaan yang bakal mempunyai kisah yang sama.

Moral cerita dari kisah BUMI dan BLTA adalah keserakahan dapat membawa bencana.

Yang sedikit menarik dari kisah BLTA adalah Direktur Keuangan BLTA dulu namanya Kevin Wong sekarang namanya jadi Wong Kevin. Orang yang sama.

Berikut ini adalah foto presiden komisaris, presiden direktur dan Kevin Wong alias Wong Kevin.

Hadi Surya - Presiden Komisaris

Widihardja Tanudjaja - Presiden Direktur Sejak Tahun 2000


Kevin Wong (Wong Kevin) - Direktur Keuangan Sejak Tahun 1999 - Sekretaris Perusahaan Sejak Tahun 1996




3 komentar:

  1. Analisis yg tajam dan berrmanfaatbagi investor di pasar saham. Terima kasih

    BalasHapus
  2. Analisa yg tajam dan bermanfsat bagi investor di pasar saham

    BalasHapus
  3. Orang model macam di atas itulah yang suatu hari bakal kena karma, entah ke anaknya atau keluarganya dll, barulah mereka bisa menyadari bahwa dalam hidup itu sebenarnya "golden rule" itu sangat simple asalkan mereka punya "empati"...

    BalasHapus