Sabtu, 24 Agustus 2013

Beli Saham Waktu Crash?

Memahami chart saham yang sedang down trend di kala market sedang crash jauh lebih sulit daripada memahami chart saham yang sedang down trend di kala market yang sedang “jinak”.

Pada saat market sedang crash, biasanya kecepatan turunnya saham lebih besar daripada kecepatan naiknya. Ini mungkin disebabkan investor lebih mudah “takut” daripada lebih “berani”. Dalam situasi yang seperti ini.

Ketika market sedang crash, sebagian besar saham juga crash, maka menentukan titik masuk yang tepat adalah sangat sulit.

Menentukan titik masuk lewat support line dari trend line juga cukup berbahaya karena gampang ditembus. Menggunakan Fibonacci retracement juga sama risikonya.

Pendekatan terbaik untuk menentukan titik saham ketika market sedang crash adalah lewat pendekatan persentase dengan rumus masuk ketika crash lebih kurang 15% pada tiap  gelombangnya. Pendekatan persentase ini lebih ke pendekatan psikologis.

Market crash biasanya didasari alasan fundamental ekonomi sehingga terjadi kepanikan pasar yang besar. Jika alasan fundamental adalah ekonomi domestik, maka diperkirakan akan terjadi resesi atau depresi domestik.

Suatu market dapat dikategorikan crash jika turun tidak kurang dari 15% dalam waktu di bawah satu bulan. Manakala market sedang crash, maka akan banyak saham yang jatuh lebih dari 20%-30% dalam waktu satu bulan.

Awal crash merupakan waktu yang paling berbahaya. Jadi waktu yang terbaik adalah masuk ketika market sedang crash pada persentase kisaran 15%-20%. Dalam masa-masa market crash juga terdapat hari-hari reboundnya yang  tajam. Ketika rebound itulah maka waktu yang tepat untuk melakukan penjualan dengan harapan keuntungan 1/3 dari jumlah penurunan. Misalnya membeli saham yang turun 30% maka dapat dijual jika saham telah naik 10%.

Pada bulan Agustus 2011, IHSG crash dari angka 4.130 sampai dengan low 3.590 sehingga turun 15%. Pada bulan September 2011 crash dari angka 3.841 sampai low 3.217 sehingga turun 19%.

Bagaimana kalau dibandingkan dengan tahun 2008? Pada tahun 2008 tingkat crash adalah sangat besar dan waktu itu benar-benar terjadi resesi global. Saham-saham komoditas juga tumbang tak kira-kira karena harganya turun sangat signifikan.

Apakah tahun ini juga seperti tahun 2008? Ya, kita ikuti saja. Kalau seperti itu, maka baiknya kita menunggu kejatuhan yang lebih besar daripada hanya sekedar 15%-20% tiap gelombangnya.

Jika kita yakin tidak ada resesi seperti tahun 2008, maka crash kali ini adalah kesempatan untuk membeli lebih murah.

IHSG nampaknya telah memulai crash pada bulan ini dari angka 4.610 menjadi 4.169,827 pada penutupan 23/08/2013 sehingga  turun sebesar 10,57%. Jika dihitung ke low maka menyentuh angka 13,49%. Sangat banyak saham yang tumbang lebih dari 20%. Saat yang aman untuk masuk pada bulan ini adalah menunggu IHSG berkisar turun 15% di sekitar angka 3.920. 

Cari saham yang turun lebih dari 30% dengan kriteria fundamental tidak terpengaruh dengan kenaikan USD. Tidak banyak hutang USD. Tidak banyak terpengaruh dengan kenaikan bunga. Sehingga diharapkan cepat rebound.

Karena tujuannya hanya untuk trading maka mesti melakukan profit taking jika tujuan telah tercapai. Kalau pun belum tercapai tetapi saham tidak cukup kuat untuk rebound maka tetap harus cepat dijual.

Perlu ditambahkan bahwa definisi resesi ekonomi adalah jika terjadi pertumbuhan ekonomi riil negatif selama dua kuartal berturut-turut atau selama setahun. Jadi apakah Indonesia sedang menghadapi resesi?

Resesi secara mikro mungkin juga dapat dilihat dari kinerja emiten-emiten besar. Apakah terjadi pertumbuhan negatif dibandingkan dengan tahun lalu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar