Apakah perusahaan yang selalu rugi cocok dimasukkan sebagai salah satu portofolio?
Tentunya adalah aneh untuk memilih perusahaan yang sedang rugi sebagai portofolio investasi bukan? Sebagai investor saham yang cerdas harusnya kita berinvestasi pada perusahaan yang selalu untung agar nilai investasi kita diharapkan dapat meningkat. Bagaimana mungkin mengharapkan perusahaan yang rugi terus-menerus untuk memberikan hasil yang besar?
Bagi seorang investor yang berpikir terbalik dari pemikiran kebanyakan orang lain, bisa jadi berinvestasi di perusahaan yang selalu rugi akan memberikan imbal hasil yang lebih besar daripada berinvestasi di perusahaan yang selalu untung.
Kenapa demikian? Pada dasarnya, karena dihindari oleh setiap investor, maka perusahaan yang merugi terus-menerus akan mempunyai valuasi yang terlalu murah. Maka bagi investor yang berpikir terbalik, ini bisa menjadi kesempatan yang sangat besar untuk memperoleh hasil yang sangat besar jika suatu saat perusahaan tersebut berbalik menjadi untung terus-menerus.
Tentunya memilih perusahaan yang rugi terus-menerus adalah lebih susah daripada memilih perusahaan yang untung terus-menerus. Risikonya adalah sangat besar karena jika salah memilih maka investasi akan mengalami kerugian besar atau hangus. Maka memilih perusahaan yang rugi terus menerus tentunya yang harus dipertimbangkan adalah : APAKAH PERUSAHAAN BAKAL UNTUNG SUATU HARI NANTI ?
Kita tidak dapat menggunaan valuasi PER (Price to Earning Ratio) untuk menentukan nilai saham karena perusahaan yang rugi akan menghasilkan EPS (Earning Per Share) yang minus.
Salah satu metode yang dapat dipakai untuk melakukan valuasi terhadap perusahaan yang sedang rugi adalah metode valuasi PBV (Price to Book Value) yang dikenal juga sebagai P/B Ratio.
Book value atau nilai buku adalah nilai ekuitas sendiri. Jika nilai buku dibagi dengan jumlah lembar saham, maka menjadi nilai buku per lembar saham.
PBV adalah membagi harga saham dengan nilai buku per lembar tersebut. Jika harga saham adalah sama dengan nilai buku per lembar maka PBV menjadi satu.
Cara lain untuk memperoleh PBV adalah membagi nilai kapitalisasi dengan nilai ekuitas sendiri.
Penting untuk diperhatikna bahwa selain nilai ekuitas sendiri (entitas induk), pada bagian ekuitas di neraca juga terdapat nilai ekuitas minoritas (non-pengendali) yang merupakan hak minoritas pada anak perusahaan sehingga nilai ini harus dikeluarkan jika ingin menghitung book value.
Semakin rendah PBV maka perusahaan mempunyai valuasi yang semakin rendah. Tentunya tidak ada patokan yang pasti mengenai seberapa wajar PBV bagi sebuah perusahaan yang sedang rugi. Ini masih tergantung dengan seberapa lama perusahaan baru akan menjadi untung. Berapa besar perusahaannya. Kerugian perusahaan selama ini disumbangkan oleh non-cash expense saja (seperti penyusutan) atau memang benar-benar rugi sehingga menggerus cash yang ada. Perusahaan berada di sektor yang mana? Apakah siklus perusahaan ada? Berapa besar hutang perusahaan? Bagaimana nilai manajemennya? Dan lain-lain kriteria.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar