Di tengah gejolak harga saham tahun ini, sektor yang paling terpukul salah satunya adalah sektor properti. Kenaikan inflasi dan USD terhadap Rupiah telah menyebabkan kenaikan BI rate sehingga bank-bank juga mulai menaikkan suku bunga KPR.
Permintaan properti diperkirakan akan menurun dan pertumbuhan tidak akan sebagus tahun-tahun sebelumnya.
Sementara ini banyak investor yang melepas saham properti sehingga harganya banyak yang anjlok dalam apabila dibandingkan dengan harga awal tahun.
Kejatuhan yang dalam dapat dianggap juga sebagai sebuah peluang. Di mana ada krisis di situ ada peluang bukan?
Pada dasarnya saham properti dinilai dari NAV (net asset value). Jika NAV-nya tidak berubah otomatis nilai intrinsik saham properti tidak berubah. NAV dalam rupiah untuk emiten yang punya hutang dalam mata uang USD relatif akan berkurang karena naiknya nilai tukar USD.
Selama ini target harga saham properti yang dibuat oleh para analis melibatkan tingkat "diskon" yang subjektif. Kita lihat antara tingkat diskon antara satu analis dengan analis lainnya adalah berbeda. Selain itu juga beda analis beda angka NAV-nya. Belakangan juga sudah muncul laporan riset yang mendowngrade saham properti karena perkiraan menurunnya penjualan. Kenapa mesti ada downgrade jika NAV tidak berubah? Diskonnya tambah atau perhitungan NAV sebelumnya terlalu tinggi?
Selama ini target harga saham properti yang dibuat oleh para analis melibatkan tingkat "diskon" yang subjektif. Kita lihat antara tingkat diskon antara satu analis dengan analis lainnya adalah berbeda. Selain itu juga beda analis beda angka NAV-nya. Belakangan juga sudah muncul laporan riset yang mendowngrade saham properti karena perkiraan menurunnya penjualan. Kenapa mesti ada downgrade jika NAV tidak berubah? Diskonnya tambah atau perhitungan NAV sebelumnya terlalu tinggi?
Memang sulit menentukan sampai sejauh mana penurunan pasar saham dan saham properti akan berhenti. Kita lihat saja perkembangannya. Perkembangan makro ekonomi dewasa ini menjadi perhatian utama, seperti tingkat inflasi, kurs, kekuatan neraca dagang, pertumbuhan ekonomi, harga minyak dunia, realisasi APBN, pertumbuhan ekspor-impor, pertumbuhan konsumsi, investasi, dll yang semuanya berkaitan satu dengan yang lainnya. Belum lagi perkembangan ekonomi global dan regional.
Pada tahun ini rupanya masih ada saham properti yang memberikan gain tinggi, yaitu LPCK. Kita lihat naik turunnya saham properti tahun ini adalah tidak merata.
Berikut ini grafik perbandingan kenaikan dan penurunan harga saham properti sejak awal tahun sampai dengan tanggal 6/9/2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar