Sabtu, 20 Juli 2013

Strategi Saham Komoditas - Analisis Gross Profit Margin (GPM)

Salah satu cara untuk menilai tingkat profitabilitas dari sebuah perusahaan adalah dengan menilai dari besaran Gross Profit Marginnya (GPM) atau margin laba kotor.

GPM dihitung dengan cara membagi laba kotor dengan penjualan.



Semakin besar GPM tentunya tingkat profitabilitas perusahaan semakin tinggi. Perusahaan dengan GPM yang tinggi akan menghadapi penurunan laba yang lebih kecil akibat penurunan harga jual daripada perusahaan dengan GPM yang rendah.

Apabila GPM sebuah perusahaan adalah 20% pada suatu tahun dan ternyata pada tahun selanjutnya harga jual turun 20% sedangkan volume penjualan tidak dapat ditingkatkan dan HPP (harga pokok penjualan) tetap, maka laba kotor perusahaan akan lenyap karena penjualan akan turun sebesar 20%.

Berikut ini tabel ilustrasi perbandingan sensitivitas perubahan harga jual terhadap perubahan laba sebelum pajak antara perusahaan dengan GPM awal sebesar 50%, 30%, dan 20% dengan anggapan HPP, biaya usaha dan biaya lainnya adalah biaya tetap dengan jumlah volume produksi juga tetap sebesar 1.

Terlihat bahwa perusahaan dengan GPM yang semula 50% akan menghadapi penurunan laba sebesar 25% jika harga turun 10% sedangkan perusahaan dengan GPM semula 20% akan menghadapi penurunan laba sebesar 100%. Sangat jauh sekali perbedaannya!

GPM sangat penting dianalisis terutama untuk perusahaan yang harga jualnya lebih banyak ditentukan oleh faktor eksternal sehingga perusahaan tidak dapat begitu saja menaikkan harga jual, misalnya, perusahaan sektor komoditas tambang dan perkebunan yang harga jualnya tergantung dengan harga komoditas dunia.

Jadi kalau mau berinvestasi di saham perusahaan sektor komoditas, maka pilihan dapat dijatuhkan ke perusahaan dengan:
                GPM yang paling tinggi jika harga komoditasnya sedang dalam siklus turun.
Sebaliknya, pilihlah perusahaan dengan:
                GPM yang paling rendah jika harga komoditasnya sedang dalam siklus naik
karena sebelumnya harga saham perusahaan tersebut dapat dipastikan jatuh lebih dalam karena labanya jatuh lebih besar sehingga ketika harga komoditas naik, maka labanya akan meningkat dengan pertumbuhan yang lebih besar daripada perusahaan dengan GPM yang tinggi.








2 komentar:

  1. Analisa yang bagus, cuma data tabelnya kurang tepat. ketika harga komoditas turun, cogs ini yang tetap, sedangkan gpm pasti turun. di ilustrasi diatas, misalkan di tabel 1, penjualan 100, gpm 50% berarti cogs 50. jadi misalkan harga turun -20%, penjualan 80, cogs 50, laba 30, gpm jadi 37,5%, biaya operasi 10, laba sebelum pajak 20.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anda benar Billy70. Semula saya anggap HPP-nya mengikuti harga jual. Mestinya tidak, karena produksinya tetap. Jadi artikel saya koreksi kembali. Terima kasih.

      Hapus