Senin, 21 April 2014

BEST - Analisis Laporan Keuangan Q4 2013


PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST) mencetak kinerja keuangan yang sangat bagus pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2012. Kinerja pada Q4 2013 jika dibandingkan dengan Q3 2013 juga masih mengalami pertumbuhan yang sangat baik.

Tidak seperti emiten dengan bidang yang sejenis, BEST mempunyai saldo uang muka penjualan yang cukup kecil dibandingkan dengan jumlah pendapatan setahunnya sehingga nilai pendapatan yang akan dibukukan pada kuartal selanjutnya tidak dapat diramal begitu saja karena tergantung sekali kepada realisasi pendapatan pada kuartal yang akan datang tersebut.

Pendapatan pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2012 tercatat naik 37% menjadi Rp 1,324 triliun yang diiringi dengan kenaikan laba kotor sebesar 66% menjadi Rp 946 miliar. Laba usaha tumbuh sebesar 68% menjadi Rp 883 miliar. Laba sebelum pajak meningkat 57% menjadi Rp 812 miliar. Laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk akhirnya tumbuh 58% menjadi Rp 744 miliar.

BEST menderita kerugian selisih kurs sebesar Rp 38 miliar pada tahun 2013 dibandingkan dengan keuntungan sebesar Rp 5 miliar pada tahun 2012. Jika kerugian dan keuntungan tersebut dikeluarkan dari perhitungan laba bersih (dengan asumsi tidak ada pengaruh pajak penghasilan), maka laba bersih disesuaikan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk akan naik 68% menjadi Rp 782 miliar.

Secara kuartalan, pendapatan tumbuh 61% namun laba kotor hanya meningkat 23% menjadi Rp 341 miliar. Laba usaha naik 25% menjadi Rp 330 miliar. Laba sebelum pajak tumbuh 27% menjadi Rp 295 miliar dan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik 20% menjadi Rp 262 miliar.

BEST menderita kerugian selisih kurs sebesar Rp 15 miliar pada Q4 2013 dibandingkan dengan Rp 26 miliar pada Q3 2013. Jika kerugian tersebut dikeluarkan dari perhitungan laba bersih (dengan asumsi tidak ada pengaruh pajak penghasilan), maka laba bersih disesuaikan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk hanya akan naik 13% menjadi Rp 276 miliar.

Rasio GPM secara tahunan tumbuh menjadi 71,43% dari 59,04% namun secara kuartalan terjadi kemunduran menjadi 62,94% dari 82,54%. Rasio GPM ini termasuk yang paling  tinggi di sektor properti.

Rasio NPM secara tahunan meningkat menjadi 59,04% dari 48,23% namun secara kuartalan turun menjadi 50,97% dari 72,70%. Rasio NPM ini juga termasuk yang paling tinggi di sektornya.

Rasio ROE pada tahun 2013 adalah 32% dibandingkan dengan 26% pada tahun 2012.
Saldo persediaan lancar tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2012 naik 19% menjadi Rp 324 miliar. Secara kuartalan jumlah tersebut turun sebesar 11%. Saldo persediaan tidak lancar tumbuh signifikan 63% menjadi Rp 2,076 triliun. Tentunya diharapkan dengan tingginya saldo persediaan tidak lancar ini dapat menjamin perolehan pendapatan perusahaan dalam jangka panjang.

Saldo uang muka penjualan secara tahunan turun 45% menjadi Rp 119 miliar dan secara kuartalan angka tersebut turun sebesar 27%.

Rasio DER pada tahun 2013 adalah sebesar 36% dibandingkan dengan 29% pada tahun 2012. Hutang finansial tercatat naik signifikan sebesar 138% menjadi Rp 542 miliar. Beban keuangan meningkat 55% menjadi Rp 30 miliar. Namun jumlah beban ini tidak begitu signifikan dibandingkan dengan jumlah laba bersih.

Pada harga terakhir sebesar Rp 530 (21/4/14), BEST dihargai dengan rasio PER sebesar 6,53 berdasarkan EPS tahun 2013 yang disesuaikan dan rasio PBV-nya adalah sebesar 2,06 berdasarkan nilai buku per lembar per 31 Desember 2013.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar