Sabtu, 19 April 2014

BKSL - Analisis Laporan Keuangan Q4 2013


PT Sentul City Tbk (BKSL) mencetak kinerja keuangan yang sangat baik pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2012. Laba tahun 2013 meningkat sangat drastis walaupun lebih banyak disumbangkan dari pendapatan lain. Kinerja pendapatan pada Q4 2013 jika dibandingkan dengan Q3 2013 juga meningkat luar biasa, namun sayangnya, akibat besarnya kerugian selisih kurs dan beban keuangan, BKSL malah harus mengalami rugi. BKSL mulai mengalami tantangan pemasaran produk propertinya yang ditandai dengan  turun dratisnya arus kas dari pelanggan secara kuartalan.

Pendapatan pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2012 tercatat naik 54% menjadi Rp 962 miliar yang diiringi dengan kenaikan laba kotor sebesar 74% menjadi Rp 597 miliar. Namun laba usaha turun sebesar 71% karena besarnya kerugian selisih kurs. Laba sebelum pajak justru meningkat 158% menjadi Rp 640 miliar karena besarnya pendapatan lain-lain berupa laba kepemilikan sebelumnya atas investasi pada entitas anak dan goodwill negatif. Laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk akhirnya tumbuh 185% menjadi Rp 630 miliar.

BKSL menderita kerugian selisih kurs sebesar Rp 176 miliar pada tahun 2013 dibandingkan dengan Rp 0 miliar pada tahun 2012. Pendapatan lain-lain yang dinikmati pada tahun 2013 adalah sebesar Rp 730 miliar. Apabila kerugian selisih kurs dan pendapatan lain-lain tersebut dikeluarkan dari perhitungan (dengan asumsi tidak ada pengaruh pajak penghasilan), maka laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk akan turun 76% menjadi Rp 54 miliar.

Secara kuartalan, pendapatan naik drastis 355% menjadi Rp 349 miliar. Laba kotor melonjak 2624% menjadi Rp 208 miliar. Namun BKSL malah mengalami rugi usaha. Rugi usaha turun 90% menjadi rugi Rp 16 miliar. Rugi sebelum pajak berkurang 36% menjadi rugi Rp 105 miliar dan rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk mengecil 10% menjadi Rp 121 miliar.

BKSL menderita kerugian selisih kurs sebesar Rp 116  miliar pada Q4 2013 dibandingkan dengan Rp 49 miliar pada Q3 2013. Apabila kerugian selisih kurs tersebut dikeluarkan dari perhitungan (dengan asumsi tidak ada pengaruh pajak penghasilan), maka rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk akan turun 96% menjadi Rp 3 miliar.

Saldo persediaan lancar tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2012 naik drastis 304% menjadi Rp 5,070 triliun. Secara kuartalan angka tersebut turun 1%. Besarnya nilai persediaan tentunya masih memberikan harapan besar pada peningkatan penjualan pada kuartal awal tahun 2014.

Saldo uang muka dari pelanggan secara tahunan naik 312% menjadi Rp 1,171 triliun dan secara kuartalan masih naik sebesar 2%.

Rasio GPM secara tahunan tumbuh menjadi 62,07% dari 55,20% dan secara kuartalan terjadi peningkatan  menjadi 59,70% dari 9,96%.

Rasio NPM secara tahunan turun menjadi 5,57% dari 35,352%.

Rasio DER pada tahun 2013 adalah sebesar 55% meningkat dibandingkan dengan 28% pada tahun 2012. Hutang finansial melonjak 214% menjadi Rp 1,895 triliun. Beban keuangan tercatat melambung 1089% menjadi Rp 132 miliar.

BKSL pada tahun 2013 tercatat masih cukup agresif dalam investasi. Tercatat arus kas untuk investasi masih cukup tinggi biarpun turun 22% menjadi Rp 556 miliar dibandingkan dengan tahun 2012.
Rasio ROE pada tahun 2013 adalah 1% dibandingkan dengan 5% pada tahun 2012.

Kas masuk dari pelanggan secara tahunan naik sebesar 111% menjadi Rp 1,486 triliun dan secara kuartalan tercatat mengalami kemunduran besar sebesar 77% menjadi Rp 157 miliar. Jumlah ini jika dibandingkan dengan jumlah pendapatan kuartalan angkanya hanya 45%.

Dalam jangka pendek tampaknya kita belum akan melihat perbaikan kinerja dari BKSL disebabkan pendapatan yang diperkirakan turun dan beban keuangan yang membengkak akibat hutang finansial yang cukup tinggi.

Pada harga terakhir sebesar Rp 180 (17/4/14), BKSL dihargai dengan rasio PBV-nya sebesar 1,04 berdasarkan nilai buku per lembar per 31 Desember 2013.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar