PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST)
mencetak kinerja keuangan tahunan yang masih bagus sampai dengan Q1 2014. Namun kinerja kuartalan pada Q1 2014 jika dibandingkan dengan Q4
2013 mengalami kemunduran yang signifikan.
Pendapatan tahunan tercatat naik 23%
menjadi Rp 1,208 triliun yang diiringi dengan kenaikan laba kotor
sebesar 34% menjadi Rp 851 miliar. Laba usaha tumbuh sebesar 33% menjadi
Rp 785 miliar. Laba sebelum pajak meningkat 23% menjadi Rp 732 miliar.
Laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk akhirnya tumbuh 23% menjadi Rp 660 miliar.
Secara tahunan, BEST
menderita kerugian selisih kurs sebesar Rp 22 miliar dibandingkan dengan keuntungan sebesar Rp 6 miliar pada tahun sebelumnya. Jika
kerugian dan keuntungan tersebut dikeluarkan dari perhitungan laba
bersih (dengan asumsi tidak ada pengaruh pajak penghasilan), maka laba
bersih disesuaikan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk
akan naik 28% menjadi Rp 682 miliar.
Secara
kuartalan, pendapatan hilang 71% menjadi Rp 157 miliar. Laba kotor menguap 69%
menjadi Rp 105 miliar. Laba usaha terjerembab 74% menjadi Rp 87 miliar. Laba sebelum
pajak terpotong 67% menjadi Rp 98 miliar dan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk hilang 65%
menjadi Rp 90 miliar. Nampaknya BEST benar-benar mulai menghadapi masa penuh rintangan.
BEST menikmati keuntungan selisih kurs sebesar Rp 18 miliar pada Q1
2014 dibandingkan dengan kerugian sebesar Rp 15 miliar pada Q4 2013.
Jika keuntungan dan kerugian tersebut dikeluarkan dari perhitungan laba bersih (dengan
asumsi tidak ada pengaruh pajak penghasilan), maka laba bersih
disesuaikan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk akan
menguap 74% menjadi Rp 72 miliar.
Rasio
GPM secara tahunan tumbuh menjadi 70,46% dari 64,91% dan secara
kuartalan masih terjadi peningkatan menjadi 66,75% dari 62,94%.
Rasio
NPM (disesuaikan) secara tahunan meningkat menjadi 56,44% dari 54,14% namun secara
kuartalan turun menjadi 46,09% dari 50,97%.
Rasio ROE tahunan (disesuaikan) stagnan di angka 27%.
Saldo persediaan lancar secara tahunan naik 43% menjadi Rp 314 miliar. Secara kuartalan jumlah tersebut turun sebesar 3%. Saldo persediaan tidak lancar tumbuh signifikan 63% menjadi Rp 2,109 triliun. Tentunya diharapkan dengan tingginya saldo persediaan tidak lancar ini dapat menjamin perolehan pendapatan perusahaan dalam jangka panjang.
Saldo
uang muka penjualan secara tahunan turun 32% menjadi Rp 108 miliar dan secara kuartalan angka tersebut turun sebesar 9%.
Tidak
seperti emiten dengan bidang yang sejenis, BEST mempunyai saldo uang
muka penjualan yang cukup kecil dibandingkan dengan jumlah pendapatan
setahunnya sehingga nilai pendapatan yang akan dibukukan pada kuartal
selanjutnya tidak dapat diramal begitu saja karena tergantung sekali
kepada realisasi pendapatan pada kuartal yang akan datang tersebut.
Rasio
DER tahunan adalah sebesar 28% berbanding 27%. Hutang finansial tercatat naik signifikan sebesar 126%
menjadi Rp 480 miliar. Beban keuangan meningkat 120% menjadi Rp 39
miliar. Namun jumlah beban ini tidak begitu signifikan dibandingkan
dengan jumlah laba bersih secara tahunan.
Pada
harga terakhir sebesar Rp 525 (29/4/14), BEST dihargai dengan rasio
PER sebesar 7,43 berdasarkan EPS (dilutif) tahunan sampai dengan Q1 2014 yang disesuaikan dan rasio PBV-nya adalah
sebesar 1,97 berdasarkan nilai buku per lembar per 31 Maret 2014 tanpa memperhitungkan nilai dari kemungkinan penebusan waran sebesar 18.211.300 lembar dengan nilai penebusan Rp 200/lembar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar