Selasa, 30 September 2014

Tarif Pajak Penghasilan Emiten




Dalam menganalisis dan mengkalkulasi  peroleha laba emiten tidak terlepas dari ketentuan perpajakan yang melekat pada masing-masing emiten, khususnya tarif pajak penghasilan badan.

Secara umum, sesuai dengan  UU Pajak Penghasilan No 36 Tahun 2008 tarif pajak penghasilan saat ini adalah 25% dari penghasilan kena pajak.  Penghasilan kena pajak ini lebih seringnya tidak sama  dengan laba sebelum pajak. Penghasilan kena pajak telah melalui berbagai koreksi dan penyesuaian pajak.

UU juga mengatur mengenai diperolehnya diskon khusus bagi perusahaan terbuka yaitu sebesar 5% dengan persyaratan paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya. Jadi emiten-emiten yang memenuhi syarat tarif pajaknya akan menjadi 20% saja.

Selain tarif umum sebesar 25% di atas, emiten-emiten tertentu yang bergerak di bidang usaha tertentu dikenai tarif khusus yang disebut sebagai PPh Final.

Pengenaan PPh secara final mengandung arti bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu dan dasar pengenaan pajak tertentu pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh. PPh yang dikenakan, baik yang dipotong fihak lain maupun yang disetor sendiri, bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang tetapi sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan tersebut. Dengan demikian, penghasilan yang dikenakan PPh final ini tidak akan dihitung lagi PPh nya di SPT Tahunan untuk dikenakan tarif umum bersama-sama dengan penghasilan lainnya. Begitu juga, PPh yang sudah dipotong atau dibayar tersebut juga bukan merupakan kredit pajak di SPT Tahunan.

Jadi PPh Final dikenakan terhadap jumlah pendapatan atau penjualan dan tidak memperhatikan lagi jumlah beban yang dikorbankan untuk menghasilkan pendapatan tersebut. Ini berarti bisa saja emiten rugi namun mempunyai beban pajak. Bisa juga emiten untung sangat besar namun beban pajaknya rendah.

Beberapa bidang usaha emiten yang perlu diperhatikan tarif PPh Finalnya adalah antara lain, emiten bidang konstruksi, penjualan dan sewa properti, dan pelayaran.

Emiten Bidang Jasa Konstruksi

Tarif PPh Final untuk emiten bidang konstruksi ditentukan sebagai  berikut ini:




Emiten Bidang Properti

Untuk emiten yang melakukan penjualan properti (pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan) maka akan dikenakan PPh Final sebesar 5% dari penghasilan bruto.

Untuk emiten yang melakukan usaha penyewaan properti akan dikenakan PPh Final sebesar 10% dari penghasilan bruto.


Emiten Bidang Pelayaran Dalam Negeri

Untuk emiten bidang pelayaran dalam negeri dikenakan PPh Final sebesar 1,2% dari penghasilan bruto.


Emiten yang menerima penghasilan lain yang dikenai PPh Final

Beberapa penghasilan lain yang dikenaikan PPh Final antara lain adalah


  • Bunga tabungan, deposito dan SBI yang dikenakan PPh Final sebesar 20%.
  • Penjualan saham di bursa efek yang dikenakan PPh Final sebesar 0,1% dari nilai penjualan.


Emiten yang bergerak di bidang asuransi dan investasi yang mempunyai portofolio deposito dan efek-efek akan terpengaruh terhadap tarif-tarif pajak tersebut di atas.

Selain tarif umum dan tarif khusus berupa PPh Final, bagi perusahaan-perusahaan bidang pertambangan yang mempunyai Kontrak Karya dengan pemerintah, tarif PPh Badannya diatur secara sangat khusus. Contohnya adalah ADRO yang mempunyai tarif PPh sebesar 45%.

OOT: Jangan kaget jika Anda berada di Medan dan diajak kenalan untuk mengunjungi pajak karena istilah sehari-hari "pajak" di Medan adalah sama dengan pasar.

Suasana di salah satu "Pajak" di Medan (Sumber: Jia.Xiang.Biz)

2 komentar:

  1. Pak, berarti yg dimaksud sini, utk emiten2 khusus yg dikenakan PPh final, juga sekaligus dikenakan Pajak umum yg ranging dari 20%-25%, ya?

    BalasHapus
  2. Kalau pendapatannya sudah dikenaikan PPh Final tentu saja tidak kenakan lagi PPh tarif umum. Kecuali ada penghasilan lain yang belum dikenakan PPh Final.

    BalasHapus